Senin, 29 Agustus 2016

Kapita Selekta 25 Agustus 2016



Pada hari Kamis 25 Agustus 2016, kelas Kapita Selekta kedatangan seorang pengamat sekaligus jurnalis bernama Agus Sudibyo. Beliau merupakan seorang mantan direktur badan riset bernama IRC. 


Minggu lalu beliau hadir ke FIKom UNTAR dan mengajarkan tentang new media di kelas pada siang hari itu. Kelas dimulai dengan pertanyaan tentang apakah definisi dari new media dan ternyata masih banyak mahasiswa/i yang belum bisa mendefinisikannya dengan tepat. Pak Agus menjelaskan jenis-jenis new media sebagai berikut:

1.       Search Engine
2.       Social Media
3.       News Aggregator
4.       News Filtering Services
5.       Media Online
6.       E-Commerce



Search Engine:
Merupakan media yang digunakan untuk mencari segala macam informasi melalui internet,   beberapa contohnya adalah Google, Wikipedia, Bing.

Social Media:
Media yang digunakan untuk bersosialisasi antar perseorangan atau kelompok melalui koneksi internet, beberapa contohnya adalah Facebook, Twitter, Instagram.

News Aggregator:
Media yang tidak memproduksi berita tetapi mengumpulkan berita-berita dari sumber lain dan dijual. Contohnya adalah Gresnews.

News Filtering Services:
Media yang fungsinya memudahkan orang untuk membaca berita tanpa harus browsing semua berita dari website lain / sumber lain. Contohnya adalah Indonesia Indicator.

Media Online:
Media massa yang kontennya dapat diakses melalui internet. Contohnya dalam bidang jurnalistik adalah Detik.com, Kompas.com, Vivanews.com.

E-Commerce:
Memudahkan orang-orang agar dapat berbelanja / bertransaksi secara online. Contohnya adalah Lazada, Elevenia, Bukalapak.com.

Penjelasan selanjutnya dilanjutkan dengan fokus yang lebih dalam tentang media sosial. Di era globalisasi ini, hampir semua orang telah memiliki gadget dan selalu menggunakannya setiap hari, dimana saja dan kapan saja. Dengan alasan agar tetap update, banyak orang yang tidak dapat lepas dari gadgetnya. Hal ini pun menyebabkan munculnya sebuah masalah yang disebut unconsciousness syndrome yang berarti tidak sadarnya sudah berapa lama seseorang menggunakan gadgetnya.

Penggunaan gadget yang sudah berlebihan ini membuat orang-orang lupa akan dampak negatif dari penggunaan media sosial.  Media sosial tidaklah selalu bersifat sosial namun juga ada unsur bisnis di dalamnya. Untuk memperjelasnya, Pak Agus memberi contoh pada Facebook. Facebook adalah salah satu media sosial terbesar yang digunakan oleh masyarakat. Tanpa sepengetahuan penggunanya, ketika mendaftarkan diri ke dalam Facebook, sebenarnya data diri kita dijual oleh Facebook ke perusahaan iklan.


Apapun aktivitas yang kita masukkan ke dalam Facebook seperti menulis status, mengunggah foto, dan aktivitas lainnya selalu direkam oleh Facebook. Track Record aktivitas pengguna Facebook pun dijual.  Dengan mengetahui keseharian, hobi dan aktivitas kita maka pengiklan akan paham tentang apa minat seseorang dan dapat memperoleh potensi pembelian lebih tinggi. Hal tersebut ditandai dengan munculnya beberapa iklan-iklan barang yang kita butuhkan saat sedang membuka Facebook. 

Satu aspek penting yang perlu diingat oleh pengguna media sosial adalah adanya Surveillance Capitalism yaitu media sosial yang selalu memata-matai aktivitas penggunanya. Semakin kita aktif menggunakan media sosial, search engine, dan lainnya maka aktivitas apapun yang kita lakukan akan terekam oleh mereka. Media sosial bukanlah sesuatu yang bersifat privasi namun merupakan sebuah ruang terbuka yang dapat dilihat oleh siapa saja. Inilah yang dapat dihubungkan dengan media sosial yang dapat dimanfaatkan sebagai bisnis. 

Kembali ke Facebook, tidak jarang ketika seseorang membuka Facebooknya maka akan muncul iklan barang yang sesuai kebutuhannya. Tidak semua orang dikirimkan iklan yang sama seperti itu namun setiap iklan yang masuk ke dalam Facebook seseorang disesuaikan dengan kebutuhannya sesuai dengan data hasil Surveillance Capitalism. Ini memudahkan perusahaan pengiklan untuk mengkategorisasi calon pembelinya. Ini adalah inovasi cara beriklan media online yang terbaru.



Terkait masalah Surveillance Capitalism, sudah banyak pengguna sosial media yang sadar akan penjualan data pribadinya. Di negara Eropa muncul gerakan Rights of Forbidden yang merupakan gerakan yang menuntut agar Google, Yahoo, Facebook, dan media sosial lainnya untuk menghapus data pribadi mereka dari situs-situs tersebut. Mereka meminta untuk dilupakan agar datanya tidak lagi dijual secara bebas.

Indonesia adalah salah satu negara yang pengguna internetnya meningkat setiap tahunnya.  
-          64% penggunanya berusia 12-34 tahun
-          15% penggunanya berusia 20-24 tahun
Banyak pengguna internet di Indonesia yang belum sadar akan masalah tersebut. Terlalu fokus menggunakan gadget menjadi salah satu masalah yang menjauhkan mereka untuk menyadari adanya isu-isu penting yang harus dipahami. 

Para mahasiswa/i yang merupakan pengguna gadget pun diberikan beberapa pertanyaaan oleh Pak Agus :
1.       Mau menjadi penonton atau pelaku?
2.       Mau mengambil manfaat/dimanfaatkan?
3.       Mau jadi penentu/objek eksploitasi?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut patut untuk dimengerti dan dipikirkan dengan baik agar setiap pengguna internet dapat menyadari posisinya ketika menggunakan internet. Seseorang seharusnya dapat bijak dalam menggunakan internet. Kesadaran adalah kunci penting bagi pengguna internet agar dapat mengendalikan diri dan tidak selalu terbawa arus dan selalu menjadi penonton, dimanfaatkan dan menjadi objek eksploitasi. Pak Agus menyarankan kami, mahasiswa/i yang telah kecanduan internet untuk diet internet. 

Sebagai pengguna salah satu media sosial, kelompok kami merasakan bahwa tidak ada masalah dengan Surveillance Capitalism. Kami merasa bahwa tidak masalah apabila data pribadi kami dijual ke pengiklan karena selama ini tidak merasa terganggu dengan aktivitas yang dilakukan oleh pengiklan ke dalam situs-situs yang kami akses.

Tentunya banyak orang yang juga berpikiran seperti itu, tidak merasa dirugikan dengan penjualan data diri ke pengiklan. Namun bagi kelompok kami, setelah menerima pembelajaran dari Pak Agus Sudibyo, terutama ketika beliau memberikan pertanyaan-pertanyaan penting diatas, seketika kami terpikir bahwa selama ini kami hanya dimanfaatkan oleh sosial media. Memang hubungan antara sosial media dan penggunanya terkesan win-win solution karena para penggunanya dapat terhibur saat menggunakan media sosial kemudian untuk sosial media sendiri mendapatkan keuntungan uang dari menjual data diri penggunanya dan hal lain. Meski begitu, tetap saja penggunanya yang mendapatkan kerugian yang lebih karena data pribadi yang seharusnya bersifat privasi menjadi tersebar. Maka seharusnya sebagai pengguna internet harus dapat meniru warga Eropa yang sudah sadar akan masalah new media yang kerap memata-matai para penggunanya. Sudah seharusnya masyarakat Indonesia menyadari untuk tidak terlalu kecanduan internet dan terus-terusan menjadi objek eksploitasi. 


Kesimpulan
New media memiliki dua dampak pada masyarakat, mencakup dampak negatif dan juga positif. Sebagai pengguna new media maka seharusnya memiliki tanggung jawab dan kesadaran dalam menggunakannya. Lebih baik memanfaatkannya untuk sesuatu yang positif dan bukannya malah dimanfaatkan oleh new media itu sendiri. Terima kasih banyak kepada Pak Agus Sudibyo yang sudah bersedia mengajar dan menyadarkan kami.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar